Rabu, 04 Januari 2012

Al-Qur’an dan Anak Yatim

DR. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, MA
Anak yatim adalah manusia yang masih berusia sangat muda dan masih sangat membutuhkan kasih sayang, perhatian, support dari orang lain. Seorang anak kecil seperti biasanya ingin dimanjakan dan diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Segala sesuatu kebutuhan hidupnya ingin secepatnya bisa terpenuhi, mulai dari kebutuhan dasar / primer seperti makan dan minum hingga kebutuhan yang sekunder seperti mainan dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seringkali kita menjumpai anak kecil meronta, merengek bahkan menangis agar keinginannya bisa terpenuhi.  Anak kecil sangat tergantung dengan orang tuanya (terlebih lagi terhadap ibunya) dan orang orang yang disekelilingnya agar bisa mendapatkan kasih sayang mereka. Ibu dalam bahasa arab disebut “al-Umm” yang artinya sesuatu yang dituju. Kata “al-Imam” juga mempunyai makna yang sama karena dia dijadikan tujuan oleh pengikutnya. Seorang Ibu karena rasa kasih sayangnya yang besar dan keibuannya dijadikan tujuan oleh anak-anaknya. Seorang anak yang baru pulang ke rumah biasannya akan mencari ibunya terlebih dahulu untuk mendapatkan ketenangan hati dan melaporkan segala isi hatinya setelah bermain dengan teman-temannya.

Namun keberadaan sang ayah juga sangat penting, mengingat ayah adalah sebagai penanggung jawab, pemimpin dan dalam masih menjadi tulang punggung keluarga, dan juga mempunyai andil besar dalam menjaga rasa aman dalam keluarga. Bisa dibayangkan, jika ayah yang menjadi tulang punggung dalam keluarga, tiba tiba harus meninggalkan dunia, apa yang akan terjadi dalam sebuah keluarga ?  Sang Ibu tentu akan sangat sedih dan  kehilangan, karena ayah dan Ibu adalah laksana dua pendayung dan dua sayap dalam satu keluarga yang bersama-sama mengayuh bahtera rumah tangga menuju ke kehidupan bahagia yang didambakan. Maka sang Ibu harus menambah perannya, sebagai ayah untuk mencari nafkah sebagai sumber kehidupan keluarga. Bisa dibayangkan betapa susah dan repotnya seorang Ibu yang mempunyai peran ganda seperti itu. Anak-anak yang ditinggalkan pasti merasa terpukul. Ayah yang dijadikan panutan oleh anak-anaknya dalam keseharian, tidak lagi mereka temui. Perasaan mereka menjadi hampa dan kosong. Ayah yang berada di garis terdepan rumah tangga, tidak lagi berada bersama mereka. Jika hal ini bisa terjadi pada orang lain, maka hal ini pasti juga bisa terjadi pada anak-anak kita sendiri. Keadaan  yang demikian ini menyebabkan anak yatim perlu mendapatkan perhatian dari segenap masyarakat agar mereka bisa melangsungkan kehidupannya dengan baik, sebagaimana anak-anak lainnya yang masih memiliki Ayah dan Ibu. Kehangatan dan belaian ayah yang hilang perlu digantikan oleh belaian tangan dan kasih sayang keluarga, masyarakat di sekitarnya dan bahkan juga negara. Al-Qur’an sebagai kitab hidayah telah memberikan perhatian yang penuh terhadap seluruh umat manusia. Al-Qur’an juga selalu membela mereka yang lemah dan tertindas seperti perempuan dan  anak-anak yatim.

Dalam al-Qur’an terdapat sekitar  7 tempat yang menggunakan kosa kata “yatim” dalam bentuk mufrad dan 10 tempat yang menggunakan kata “yatama” dalam bentuk jamak. sedangkan dalam bentuk isim tyatsniah (orang dua tunggal) hanya terdapat dalam 1 tempat. Berikut ini obyek pembicaraan tentang anak yatim dalam al-Qur’an:
    • Allah menghimbau agar kaum muslimin secara bersamaan memerhatikan anak yatim. Memperhatikan anak yatim adalah bukan syari’at islam saja, karena kaum Bani Isra’il juga telah diperintahkan untuk memerhatikan anak yatim. (al-Baqarah : 83. 220). Dalam kisah Nabi Musa bersama Nabi Khidir dijelaskan bahwa keduanya memperbaiki satu tembok rumah yang sudah miring demi menjaga harta kedua anak yatim yang ada dibawahnya (al-Kahf: 82)
    • Ada 10 wasiat Allah kepada kaum muslimin agar menjadi pegangan hidup mereka. Kesepuluh wasiat itu adalah : 1.larangan menyekutukan Allah, 2.perintah berbuat baik  kepada kedua orang tua. 3.larangan membunuh anak karena kemiskinan.4. larangan melakukan perbuatan yang keji baik yang nampak ataupun tidak. 5. larangan membunuh jiwa tanpa hak. 6. larangan memakan harta anak yatim. 7. perintah memenuhi timbangan dengan benar. 8. Perintah berbuat adil walau kepada kerabat. 9.perintah memenuhi janji. 10.larangan mengikuti jalan jalan yang sesat. (an-An’am: 151-153)
    • Allah melarang keras menghardik anak yatim (adl-Dluha:9) perbuatan tersebut termasuk perbuatannnya orang yang menduskatan agama dan hari akhir (al-Ma’un:2). Allah menghardik orang kafir yang tidak mau memuliakan anak yatim, dan tidak mau menghimbau orang lain untuk memberi makan orang miskin (al-Fajr: 17)
    • Allah melarang memakan harta anak yatim secara zalim. Hal itu termasuk dosa yang besar. Allah mengancam mereka dengan api neraka ( an-Nisa’:2, 10).
    • Allah memerintahkan kepada pengasuh anak yatim untuk menguji kepintaran mereka dalam mengelola harta mereka sendiri. Jika sudah pintar barulah harta tersebut diserahkan kepada mereka dengan dipersaksikan.  Allah membolehkan bagi pengasuh anak yatim untuk memakan harta anak yatim tersebut jika memang benar benar  miskin, tapi dengan takaran yang secukupnya saja. Sedangkan bagi mereka yang sudah cukup akan lebih baik mengekang diri dan tidak ikut memakan harta anak yatim (an-Nisa’:6).
    • Allah menjelaskan bahwa salah satu sifat orang yang baik adalah : 1.Iman kepada Allah, hari akhir, Malaikat, para Nabi. 2.Memberikan infak harta kepada sanak kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir (ibn sabil), orang yang minta minta, dan memerdekakan hamba sahaya. 3.melaksanakan salat dan menunaikan zakat. 4.mempunyai integritas pribadi sebagi orang yang selalu memenuhi janji dan bersabar dalam segala suasana. ( al-Baqarah:220)
    • Salah satu sifat orang yang akan masuk sorga adalah memberi makan dengan ikhlas kepada fakir miskin, anak yatim, tawanan perang. ( al-Insan:8). Jalan hidup yang sukar yang ditempuah oleh mereka yang beriman adalah memerdekakan hamba sahaya, memberi makan kepada anak yatim, fakir miskin, pada saat kekurangan (al-Balad:11-16)
    • Selanjutnya Al-Qur’an menghimbau kepada kaum muslimin agar infak kepada anak yatim bisa diambilkan dari harta pampasan perang (Ghanimah) (al-Anfal:41) atau dari harta Fai’ yaitu harta yang diambil dari orang kafir harbi tanpa perang (al-Hasyr :7) atau dari hasil pembagian harta warisan (an-Nisa’:8).

      Dari pemaparan diatas, nyatalah bahwa Allah sangat menaruh perhatian kepada anak yatim melalui berbagai macam cara yaitu memerhatikan mereka, menjaga harta mereka sampai mereka dewasa dan pintar mengelola uang, tidak boleh memakan harta mereka secara zalim. Allah melarang seseorang menghardik anak yatim, karena hal itu melukai hati mereka, sementara mereka tidak ada yang bisa menerima keluh kesah mereka.

      Semua tanggung jawab tersebut dipikulkan pertama kepada keluarga bapak, keluarga ibu, seperti paman pamannya, lalu kerabat yang diluar itu. Setelah itu menjadi kewajiban masyarakat muslim untuk memerhatikan mereka dengan segala macam cara yang baik. Jika semua upaya tersebut dilakukan, maka kiranya tidak ada satu anak yatim pun terlantar. Namun sebaliknya jika masih banyak anak yatim yang terlantar, maka semua himbauan dari Allah melalui ayat ayat diatas belum banyak berarti dalam menumbuh kembangkan kesadaran dan kepedulian kepada anak yatim.